Fimela.com, Jakarta Ada banyak orang yang rajin menjaga pola makan, berolahraga, bahkan aktif dalam perawatan diri, tetapi justru lalai dalam menjaga kesehatan mentalnya. Sering kali, masalah besar bukan datang dari hal-hal ekstrem, melainkan dari kebiasaan yang ternyata bisa mengganggu kesehatan mental. Layaknya tetes air yang terus menimpa batu, perlahan-lahan kebiasaan itu melemahkan daya tahan batin tanpa disadari.
Mengenali kebiasaan kecil yang terlihat normal, tapi ternyata merusak mental, bisa menjadi langkah awal untuk menjaga diri tetap kuat, waras, dan jernih dalam berpikir. Kesadaran ini memberi kesempatan untuk memperbaiki pola hidup sebelum dampaknya semakin besar dan sulit dikendalikan. Dengan begitu, kita bisa menjaga diri tetap kuat, waras, serta jernih dalam menghadapi berbagai dinamika kehidupan.
1. Mengabaikan Pentingnya Jeda untuk Mencari Ketenangan
Banyak orang yang tidak nyaman dengan keheningan. Lalu, setiap ruang kosong diisi dengan notifikasi, musik keras, atau percakapan tanpa arah. Terlihat biasa, tetapi kebiasaan ini membuat pikiran kehilangan kesempatan untuk beristirahat.
Padahal, diam adalah ruang bernapas bagi mental. Saat kita menolak keheningan, otak dipaksa bekerja terus-menerus mencerna rangsangan. Akibatnya, sistem emosi menjadi mudah lelah dan sulit fokus.
Sahabat Fimela, jangan sampai takut menghadapi sepi. Keheningan bukan musuh, melainkan jendela yang memberi ruang untuk mendengar isi hati sendiri.
2. Membandingkan-bandingkan Diri dengan Obsesi Berlebihan
Perbandingan kecil yang dilakukan setiap hari, meski hanya sekilas, bisa menjadi racun psikologis. Melihat pencapaian orang lain di media sosial, lalu menimbang hidup sendiri, sering kali membuat hati terasa kurang meski sebenarnya cukup.
Kebiasaan ini berbahaya karena menciptakan standar palsu yang tidak ada hubungannya dengan realitas hidupmu. Setiap orang berjalan dengan ritme berbeda, tetapi membandingkan diri akan menyeret mental ke lingkaran iri, cemas, dan minder.
Jauh lebih sehat jika membandingkan diri dengan versi dirimu yang lalu, bukan dengan kehidupan yang hanya ditampilkan setengah di layar orang lain.
3. Memendam Emosi dan Perasaan Secara Berlebihan
Banyak orang mengira hanya amarah besar yang berbahaya. Padahal, emosi kecil yang dipendam tanpa dikelola—rasa kesal, kecewa, atau tersinggung ringan—jika terus menumpuk bisa menjadi beban mental yang berat.
Emosi tidak hilang hanya karena kita berpura-pura tidak merasakannya. Ia tetap ada, mengendap, dan mencari cara untuk meledak di waktu yang tak terduga. Hasilnya bisa berupa letupan marah, sindiran tajam, atau bahkan kelelahan emosional yang parah.
Membiasakan diri menamai emosi, menuliskannya, atau berbicara dengan orang terpercaya adalah bentuk menjaga kesehatan batin agar tidak retak perlahan.
4. Mengabaikan Pentingnya Rehat dan Istirahat
Ada kebiasaan yang sering dianggap produktif, padahal berbahaya: terus-menerus menyibukkan diri. Ketika tubuh meminta istirahat, pikiran dipaksa mencari aktivitas agar tidak merasa “kalah” dengan waktu.
Kebiasaan ini justru membuat mental tidak punya kesempatan untuk pulih. Otak bekerja melebihi kapasitas, sementara hati menanggung rasa lelah yang sulit dijelaskan. Lambat laun, yang tersisa hanyalah kekosongan meski terlihat sibuk.
Memberi ruang untuk tidak melakukan apa-apa bukan tanda malas, melainkan cara cerdas menjaga kewarasan dan energi batin.
5. Terlalu Banyak Mengeluh atau Komplain
Tidak semua racun mental datang dari hal buruk. Kadang, justru datang dari kebiasaan mengabaikan hal baik yang kecil. Tidak menghargai sarapan sederhana, udara segar, atau obrolan hangat dengan sahabat membuat jiwa terasa miskin, meski hidup sebenarnya penuh.
Mengabaikan rasa syukur membuat hati terjebak pada pencarian tanpa ujung. Selalu ada yang kurang, selalu ada yang ingin lebih. Pada akhirnya, mental terus tertekan karena merasa tidak pernah cukup.
Sahabat Fimela, membiasakan diri menyadari hal kecil yang layak disyukuri bisa menjadi penawar paling ampuh bagi rasa gelisah dan kesepian.
6. Menghindari Konflik Kecil Secara Terus-Menerus
Banyak orang memilih menghindar setiap kali ada perbedaan kecil. Sekilas terlihat damai, tetapi menghindari konflik justru bisa menggerogoti kesehatan mental. Rasa tidak nyaman yang tidak pernah dihadapi akan menumpuk menjadi kecemasan tersembunyi.
Menghindar juga berarti membiarkan orang lain menentukan batasmu. Akhirnya, rasa harga diri bisa terkikis karena kamu terbiasa mengorbankan diri demi kenyamanan semu.
Menghadapi konflik kecil dengan tenang bukan hanya melatih keberanian, tapi juga menjaga kesehatan batin dari rasa tertekan yang tak pernah selesai.
7. Terjebak pada Pola Bicara Negatif
Kalimat kecil yang diulang setiap hari punya dampak besar pada jiwa. Ucapan seperti “aku memang selalu salah” atau “hidupku memang begini” tanpa disadari menciptakan keyakinan batin yang merusak.
Pola bicara negatif membuat otak menerima sugesti bahwa dirimu tidak berharga, tidak mampu, atau tidak pantas. Dari sinilah lahir rasa rendah diri, cemas, hingga depresi.
Mengganti kalimat dengan bahasa yang lebih bernada positif bukan berarti berpura-pura bahagia, melainkan suatu bentuk tanggung jawab untuk menjaga agar mental tidak terjerat oleh keyakinan yang melemahkan mental dan keteguhan hati.
Saatnya untuk lebih perhatian lagi dengan kesehatan mental kita. Kebiasaan-kebiasaan yang kadang tampak sepele tapi ketika ternyata berdampak negatif, bisa menjadi penghambat kesejahteraan diri dan kebahagiaan.
Follow Official WhatsApp Channel Fimela.com untuk mendapatkan artikel-artikel terkini di sini.